Oleh: Marlinda Alis Suyekti, S.Pd.T, M.Pd*
Siswa tunagrahita merupakan salah satu siswa disabilitas/ berkebutuhan khusus yang mendapatkan layanan pendidikan pada Sekolah Luar Biasa (SLB) ataupun sekolah umum penyelenggara layanan inklusi. Seperti siswa pada umumnya, siswa tunagrahita mempunyai hak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas. Kurikulum SLB pada jenjang SMPLB dan SMALB memberikan porsi yang besar pada program pembelajaran keterampilan vokasional. Layanan pembelajaran keterampilan vokasional yang diberikan, diharapkan mampu memberikan bekal kecakapan hidup (lifeskill) pada lulusan SMALB . Lulusan SMALB diharapkan dapat hidup mandiri dengan keterampilan kecakapan hidup yang diperoleh di jenjang SMPLB dan SMALB.
Program pembelajaran keterampilan di SLB harus mempunyai relevansi dengan dunia industri. Hal ini untuk memastikan bahwa kompetensi yang dipelajari siswa merupakan kompetensi yang diperlukan dunia industri sehingga lulusan SMALB dapat bergabung di dunia industri. link and match antara program pembelajaran di SLB dengan perkembangan di industri merupakan langkah awal membangun relevansi, yang kemudian dapat dipertajam dengan kegiatan magang kerja. SLB Negeri Pembina Yogyakarya sebagai salah satu sekolah bagi siswa tunagrahita di Yogyakarta juga melaksanakna link and match program pembelajaran yang dilanjutkan dengan magang kerja bagi siswa kelas XII.
Berdasarkan data sekolah, belum semua siswa SMALB di SLB Negeri Pembina Yogyakarta dapat melaksanakan magang kerja, dan terdapat siswa yang mengalaami hambatan dalam bersosialisasi melaksanakan magang kerja dengan didampingi anggota keluarga. Siswa yang tidak dapat melaksanakan magang lebih dikarenakaan memerlukan pendampingan ditempat magang, namun tidak ada anggota keluarga yang dapat mendampingi. Pendamping pada kegiatan magang lebih diarahkan kepada anggota keluarga agar keluarga memiliki gambaran kemampuan siswa dan mempunyai pemahaman bentuk pendampingan yang diberikan setelah lulus SMALB.
Pelaksanaan pembelajaran keterampilan disekolah selama lima hari sekolah dilanjutkan dengan kegiatan magang ini nyatanya belum juga menjawab permasalahan yang muncul setelah lulus SMALB. Data lulusan di SLB Negeri Pembina Yogyakarta menunjukkan 50% lulusannya masih berdiam diri di rumah, keluarga merasa kebingungan dengan apa yang harus mereka lakukan setelah anak lulus SMALB. Masalah ini, menunjukkan pada kita semua pentingnya pemahaman dan kesiapan orangtua untuk mendampingi anak tunagrahita setelah lulus sekolah. Orangtua harus memahami kompetensi dan bentuk pendampingan yang dimiliki anak.
Pandemi, hadir merubah pola belajar yang selama ini banyak di sekolah bersama guru menjadi banyak dirumah bersama keluarga. Proses belajar yang dilakukan dirumah memberikan gambaran nyata kepada keluarga tentang potensi dan tantangan yang dimiliki anak tunagrahita serta peran keluarga yang semestinya dalam proses belajar. Proses belajar dimasa pandemi ini tentunya bukan proses yang ideal, namun kita bisa menggunakan momentum ini untuk mereview kembali pola pendampingan belajar bagi siswa tunagrahita dengan memperbesar interaksi belajar siswa bersama keluarga. Sinergisitas sekolah dan keluarga dalam meningkatkan interkasi belajar bersama keluarga diharapkan dapat mengkondisikan kesiapan keluarga mewujudkan kemandirian anak setelah lulus. Orangtua tentunya tidak dapat berjalan sendirian, namun guru berperan besar dalam hal ini. Guru harus merancang skenario pembelajaran keterampilan dengan baik, sehingga anak dapat belajar dengan lancar, keluarga dapat memfasilitasi dan mendampingi proses belajar dengan optimal. Guru perlu melakukan asesmen kompetensi siswa, kompetensi orangtua, kondisi keluarga dan lingkungan rumah sebelum merancang pembelajaran. Komunikasi orangtua dan guru dalam menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi program pembelajaran bersinergi ini sangatlah penting dilaksanakan.
Akhirnya, semoga kita dapat memanfaatkan moment pandemi ini untuk perbaikan layanan pendidikan di Indonesia.
* Penulis ada guru SLB C PEMBINA YOGYAKARTA