Implementasi Sosiodrama dalam Pembelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Life Skill

strategi pembelajaran sosio drama
strategi pembelajaran sosio drama
sumber gambar munifchatib.wordpress.com

Dalam menghadapi tantangan berat di era global pembelajaran sejarah sudah semestinya didesain sedemikian rupa, sehingga peserta didik memperoleh kecakapan hidup (life skill) yang memadai dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang lebih dinamis.

Pemahaman yang baik atas sejarah akan memberikan penyadaran manusia tentang konsep diri, penghargaan nilai-nilai lokal, semangat kebangsaan, dan pemahaman atas peristiwa berskala global. Pengetahuan sejarah dan budaya akan membentuk manusia-manusia yang visioner dengan perspektif penalaran luas atas segala problematika kehidupan.

Namun,  sejarah acapkali dianggap sebagai mata pelajaran “nomor dua”. Pasalnya, ia bukan pelajaran yang termasuk diujikan dalam ujian Nasional (unas). Sehingga, guru tidak lagi serius menanganinya. Mereka hanya sibuk pada empat mata pelajaran unas, yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Pengabaian guru tersebut mengakibatkan terbentuknya mindset pada diri peserta didik bahwa mata pelajaran sejarah tidak menentukan kelulusan. Mata pelajaran tersebut tidak lebih dari sekedar dongeng atau identik dengan cerita masa lalu. Mereka menganggapnya sebagai sebuah ilmu yang hanya cukup untuk dihafal. Konsep dan nilai yang terkandung di dalamnya dipandang sebagai sesuatu yang tidak perlu diaplikasikan dalam kontek sosiologis yang sebenamya.

Diskriminasi tersebut diperparah dengan kualitas guru yang masih di bawah standar. 3 juta guru yang ada saat ini, 15 persen diantaranya mengajar tidak sesuai. dengan bidang keahliannya. Mencermati data ini, sangat dimungkinkan banyak Sarjana Pendidikan dari disiplin ilmu lain mengajar mata pelajaran sejarah, sehingga tidak ada peningkatan kualitas proses dan hasil belajar secara signifikan.

Yang terjadi hanyalah pembelajaran tekstual, bukan kontekstual. Yang ditemukan hanya komunikasi satu arah, bukan dialogis. Peserta didik menjadi obyek, bukan subyek belajar. Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM), yang diharapkan tenrwujud, hanya terlihat rapi di kertas. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual atau Contextual Teaching.and Learning (CTL) yang didambakan, hanya terdengar nyaring di telinga.

Sejarah adalah kisah atau cerita yang mengupas peristiwa kehidupan manusia pada masa lampau. Peristiwa masa lampau itu diketahui karena adanya bukti-bukti sejarah, baik bukti tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan demikian pembelajaran Sejarah mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

Di era yang kian hari semakin dinamis, kecakapan hidup (life skill) bagi peserta didik merupakan sebuah keniscayaan. Betapa tidak, ia merupakan bagian dari kompetensi seseorang yang mutlak diperlukan untuk menghadapi hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, sehingga dapat mengambil keputusan dengan tepat dan mengatasi masalah secara arif.

Depdiknas (2002) menyebutkan, pada dasarnya kecakapan hidup adalah seperangkat kecakapan yang dimiliki oleh seseorang agar berani. menghadapi permasalahan hidup dan kehidupan. Secara wajar, tanpa merasa tertekan, kemudian secara mandiri, proaktif, dan kreatif mencari dan menemukan jalan keluar atau solusi sehingga akhirnya mampu mengatasi permasalahan hidup dan kehidupan.

Dalam Panduan Pengembangan Silabus Mata pelajaran IPS SMP, tahun 2006, kecakapan hidup diartikan sebagai sebuah kemampuan yang diperlukan untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia, dan secara bermartabat, misalnya : kemampuan berfikir kompleks, berkomunikasi secara efektif, membangun kerja sarna, melaksanakan peran sebagai warganegara yang bertanggungjawab, kesiapan untuk terjun ke dunia kerja.

Depdiknas (2002) mencoba menjabarkan kecakapan hidup menjadi lima macam, yakni (1) kecakapan mengenal diri (self awareness) ; (2) kecakapan berfikir rasional (thinking skill) ; (3) kecakapan sosial (soda I skill) ; (4) kecakapan akademis (academic skill) ; (5) kecakapan vokasional (vocational skill).

Dalam mengintegrasikan life skill ke dalam pembelajaran sejarah diperlukan sarana atau media untuk mempercepat tercapainya tujuan pembelajaran. Terkait hal tersebut, guru sudah sepantasnya menyibukkan diri mengemas isi pembelajaran sejarah dengan memilih metode mengajar yang tepat dan strategi pembelajaran yang jitu.

Sosiodrama, sebagai salah satu metode mengajar yang hampir tak pemah di laksanakan dan cenderung ditinggalkan, tampaknya perlu disentuh kembali. Sosiodrama sangat mungkin menjadi katalisator dalam mempercepat proses pengintegrasian kecakapan hidup ke dalam pembelajaran sejarah.

Sosiodrama adalah salah satu bentuk kegiatan yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengajaran dengan cara memperagakan masalah dalam situasi tertentu dengan gerak dan dialog. Manfaat sosiodrama bagi siswa, dalam pendidikan antara lain; (1) menyadari keterlibatannya dalam persoalan hidup, (2) mendapat kesempatan dalam pembentukan watak, (3) terlatih berkomunikasi dengan baik dan benar, (4) terlatih berfikir cepat, baik, dan benalar.

Dalarn pembelajaran sejarah, guru tidak seharusnya mengandalkan metode cerarnah semata. Sebab hal itu hanya akan membuat peserta didik mudah “lupa” dalam mencerna materi. Terkecuali itu, mereka juga harus piawai dalam menggunakan alat peraga gambar atau media audio visual. Sebab, dengan alat peraga peserta didik menjadi mudah menyimpan kesan ke dalam lapisan kesadaran, sehingga senantiasa “ingat dan tidak mudah lupa”.

Namun itu saja tak cukup, setelah pembelajaran (sejarah) selesai, diharapkan peserta didik tidak hanya ingat materi yang telah diajarkan. Lebih dari itu, peserta didik diharapkan “memahami” materi atau konsep pembelajaran sejarah. Sehingga memiliki kecakapan hidup sebagai bekal kelak. Untuk mewujudkan itu, guru harus menyibukkan diri membungkus pembelajaran sejarah dengan melibatkan peserta didik secara langsung melakukan tindakan nyata (action), yakni melalui sosiodrama.

 

Sosiodrama sebagai media mengintegrasikan life skill

Kata filsuf Cina, Confucius, “Aku mendengar – aku lupa, aku melihat aku ingat, aku melakukan aku paham.”

Sementara, Gagne, menyatakan, “materi pembelajaran yang disampaikan melalui ceramah hanya bisa diserap peserta didik hanya 15 persen, sedangkan 65 persen materi bisa diserap melalui penggunaan media, sementara 90 persen materi bisa diserap melalui pengalaman langsung (Burhanuddin,2005:2).

Untuk mencapai tataran “melakukan” agar “memahami” seperti kata Confutze dan agar materi pelajaran dapat diserap 90 persen, seperti kata Gagne, sosiodrama merupakan salah satu media altematif. Sosiodrama merupakan metode pembelajaran yang mutlak menuntut peserta didik melakukan tindakan nyata dan langsung. Sebab, setiap peserta didik akan menjadi —aktor dan aktris, penulis skenario, bahkan sutradara — dalam kegiatan tersebut.