Entah berapa abad lagi. Kesabaranmu menunggu waktu. Bertahan menyediakan pangkuan. Bagi jiwa gelisah merebak.
Lelaki tangguh berjalan sendiri. Menyibak semak dan duri. Seribu kali kau nyatakan cinta. Seribu kali negerimu mencampakannya.
(Simbah Guru – Agus Sukoco)
Guru mercusuar peradaban, pelita di tengah kegelapan. Kini riuh dalam narasi-narasi yang merendahkan. Lalu saya teringat kisah tentang Bu Muslimah, guru di pelosok Belitong. Ia berjuang mempertahankan Sekolah Dasar Muhammadiyah Gantong. Meskipun sekolah tersebut kini telah tutup, yang tertinggal hanya replika, tetapi kisah perjuangannya akan selalu di kenang sebagaimana tergambar dalam Film Laskar Pelangi.
Kita hari ini, mungkin tidak akan menjadia apa-apa, bahkan tidak bisa berbuat apa-apa jika tidak ada guru yang mengajari. Guru dalam arti luas, formal dan informal, memberikan sumbangsih nyata dalam kehidupan kita. Kita bisa membaca, menulis, berdoa atau mengeja huruf-huruf latin (maupun arab) karena perjuangan para guru. Bahkan pejabat dari tingkat Lurah, Camat, Bupati, Gubernur, Menteri sampai Presiden sekalipun, bisa berada pada posisi demikian karena peran Guru. Lantas apakah kita akan menepikan peran mereka?
Para Guru telah berjuang dengan segenap pengorbanan, mendidik generasi penerus bangsa agar cerdas dan berwawasan. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang tidak bisa diremehkan. Maka memperhatikan kesejahteraan para Guru, sudah selayaknya menjadi tanggungjawab semua pihak, terutama pemerintah. Seperti layaknya jabatan lain dalam pemerintahan, Guru juga patut mendapatkan perhatian. Karena mereka membutuhkan nafkah untuk menyambung kehidupan.
Kondisi saat ini memang masih jauh dari kata ideal. Apalagi guru-guru honorer di sekolah swasta yang belum mendapatkan gaji secara layak. Banyak di antaranya jauh dari upah minimum regional (UMR). Bahkan sangat jauh. Sehingga mereka harus memutar akal agar bisa mendapatkan sumber pendapatan tambahan. Kondisi ini tentu memprihatinkan, mengingkat tugas berat guru dalam menyiapkan generasi penerus bangsa. Ya, generasi penerus bangsa, bukan penerus dinasti dan sejenisnya.
Sehingga semestinya pemerintah ikut hadir memperhatikan nasib mereka. Pertama dengan melakukan sensus guru, untuk menemukan data akurat tentang guru dan rasio ketersediaan guru di setiap daerah. Data ini sekaligus penting bagi rekriutmen dan pengembangan kompetensi guru agar tepat sasaran. Kedua, pola rekruitmen guru semestinya memiliki standar yang jelas dan terukur. Ketiga, peningkatan gaji selaras dengan kompetensi yang mereka miliki.
Semua guru layak mendapatkan perhatian, tidak hanya guru di sekolah-sekolah negeri, tetapi juga mereka yang mengabdi di sekolah swasta. Karena jasa mereka terlalu murah untuk diberi harga.
Kemilau warna purnama.
Memantul dari petuahmu.
Luas jiwa satriamu.
Bentangan samudra raya.
Kebeningan di hatimu.
Mataair dahaga hidup kami.
Sinar wajahmu yang teduh.
Seperti embun memeluk bukit.
(Simbah Guru – Agus Sukoco)
![]()
