Mendikbud Nadiem Kaji Kurikulum Darurat Covid-19
GURU.OR.ID, JAKARTA—Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim sedang mengkaji kurikulum darurat virus corona atau covid-19 yang diusulkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) karena banyak siswa yang mengeluh akibat belajar di rumah dan tugas yang diberikan oleh guru.
Untuk mengubah kurikulum tidak mudah. Membutuhkan penyesuaian yang tidak sebentar. Ia mengatakan bahwa membuat kurikulum baru bisa menimbulkan gangguan terhadap proses pembelajaran. Harus ada kiat-kiat khusus untuk pelatihan dari kurikulum baru tersebut.
“Perubahan kurikulum sedang kami kaji. Tapi, mengubah kurikulum itu tidak mudah. Sedangkan covid-19 ini cepat. Jadi kita harus lakukan yang bisa dirasakan secepat mungkin,”ujarnya melalui konverensi video, Rabu (15/4).
Saat ini Kemendikbud fokus pada kebijakan-kebijakan yang bisa dirasakan dengan cepat, termasuk program Belajar dari Rumah melalui TVRI. Melalui TV ini, salah satu langkah yang cepat dapat dirasakan oleh masyarakat, khususnya siswa bahwa informasi yang mengedukasi bisa dirasakan lewat channel TV.
Perbaikan program selama pandemik ini terus dilakukan, khususnya program Belajar dari Rumah. Seperti program ramah disabilitas, karena saat ini program ini belum ada. Pihaknya terus mencari ide yang dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat, khususnya mereka yang belum memiliki akses listrik.
Selain itu, Kemendikbud juga sudah menegaskan bahwa Kemendikbud tidak lagi mewajibkan capaian kurikulum yang menyeluruh karena kondisi sekarang ini tidaklah seefektif seperti pembelajaran di dalam kelas.
KPAI menyatakan ada 213 keluhan siswa terkait belajar dari rumah. Survey yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menemukan 58% anak mengaku tidak senang menjalani Program Belajar dari Rumah.
Komisioner KPAI bidang pendidikan, Retno Listyarti mengatakan virus pandemik ini merupakan kondisi darurat, tidak tahu kapan kondisi tersebut kembali normal. Untuk itu, sistem belajar dari rumah atau online dan Penilaian Akhir Semester (PAS) harus mempertimbangkan masing-masing siswa. Karena tidak semua orangtuanya bisa dengan mudah menyediakan kuota internet sampai keterbatasan ekonomi guna menunjang pembelajaran selama di rumah.