Guru sebagai bagian dari masyarakat tentu menempati posisi yang strategis dalam strata kemasyarakatan itu sendiri. Guru yang identik dengan intelektualitas dan etika akan selalu memunyai posisi tawar yang signifinakan dalam kemajuan bangsa atau suatu daerah. Namun, guru akan akan sulit mengaplikasikan segala kredibiltasnya tersebut jika berseberangan atau kurang sejalan dengan kredibilitas pemimpinnya. Oleh karena itu, guru akan intens mengharapkan pemimpin yang juga peduli terhadap pendidikan secara umum dan secara khusus terhadap guru.
Guru tentu memiliki kriteria pemimpin yang dimaklumkan akan bersinergi dengan kerja keras guru dalam meningkatkan kualitas anak bangsa atau kualitas masyarakat pada umumnya. Secara rinci dapat diutarakan 5 kriteria pemimpin pilihan guru, sebagai berikut.
1. Memerhatikan Profesionalisme Guru
Ada dua hal yang berkenaan dengan perhatian pemimpin terhadap profesionalisme guru. Pertama, bahwa guru perlu selalu didukung peningkatan profesionalismenya sehingga tugas dan tanggungjawabnya dalam mencerdaskan anak bangsa dapat berjalan dengan baik. Hal ini tentu dengan tetap memerhatikan peningkatan kompetensi guru dalam segala hal utamanya bidang kesehariannya adalah proses pembelajaran. Idealnya bahwa guru tak ada lagi yang tertinggal utamanya terhadap segala perkembangan dunia pendidikan, seperti perkembangan Infomasi dan Teknologi. Program yang lebih nyata dapat saja berupa penyediaan sarana pembelajaran TIK bagi guru. Program Sagusala (Satu Guru Satu Laptop) akan langsung terasa oleh guru bahwa pemimpin mereka sungguh cinta kepada guru khususnya dan pendidikan umumnya.
Kedua, bahwa guru sebagai profesional tidak lagi dapat dijadikan sebagai “objek penderita”. Mobilisasi dalam sebuah program atau kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan apalagi guru itu sendiri, jangan sampai masih dilakukan. Mobilisasi pada kegiatan yang harus meninggalkan tugas pokok di sekolah tentu membuat guru dan siswa kurang respek. Guru akan smart mengikuti mobilisasi dalam kegiatan yang menyentuh langsung peningkatan kualitas pendidikan.
2. Memprioritaskan Kesejahteraan Guru
Masalah kesejahteraan adalah persoalan klasik yang masih terus aktual sampai saat ini. Perhatian pemerintah dalam hal ini tentu telah dipahami bahwa sungguh signifikan. Pemberian tunjangan profesi kepada guru dan tunjangan lainnya diyakini sebagai bentuk pemenuhan kesejahteraan guru yang berkorelasi langsung terhadap peningkatan kompetensi dan kualitas seorang guru. Persoalannya sekarang adalah bahwa penerimaan hak-hak guru melalui tunjangan tersebut di beberapa daerah sering mengalami keterlambatan bahkan pengurangan. Masalah yang berkenaan dengan prikehidupan guru ini tentu akan sangat terasa oleh guru, sehingga seorang pemimpin harus menjadikannya sebagai skala prioritas. Beri kepastian kepada guru bahwa hal semacam pencairan tunjangan sebagai hak guru tidak akan mengalami keterlambatan, jika perlu, percepat. Pemimpin yang memunyai kekuasaan dalam hal ini akan semakin sesuai dengan kriteria guru jika bertekad tak akan keduluan dengan daerah lain dalam hal pemenuhan kesejahteraan guru yang merupakan hak guru.
3. Merealisasikan Segala Regulasi Pendidikan
Maju tidaknya pendidikan di sebuah daerah akan dipengaruhi oleh sejauh mana regulasi tentang pendidikan tersebut dijalankan dengan baik. Regulasi yang biasanya diimplementasikan dalam perda pendidikan betul-betul dirancang untuk diaplikasikan dan pada akhirnya diharapkan pendidikan di daerah tersebut dapat berkembang pesat melebihi daerah-daerah lainnya. Perda pendidikan tidak dibuat hanya untuk mengadakan yang tidak ada, memenuhi formalitas belaka, dan biasanya agar mendapat pujian bahwa daerah tersebut perhatian terhadap pendidikan. Pemimpin harus mau dan mampu menjalankan tuntutan-tuntutan regulasi pendidikan, baik skala nasional maupun daerah. Langsung maupun tidak langsung harus memastikan bahwa semua kebijakan berkenaan dengan pendidikan berjalan dengan baik. Penyelewengan-penyelewengan terhadap aturan yang telah ditetapkan harus mendapat tindakan sehingga dunia pendidikan tetap steril terhadap prilaku-prilaku yang tidak mendidik. Proses pengangkatan pejabat harus sesuai aturan yang ada sehingga pelaksanaan tugas mengutamakan kinerja, dan tidak ada lagi ABS (Asal Bapak Senang). Pada satuan pendidikan lebih diberikan haknya untuk mengelola sekolahnya sehingga terjadi persaingan sehat antarmereka. Penunjukan-penunjukan yang tidak berdasar harus dihilangkan karena akan merusak sistem yang pada akhirnya merusak citra pemimpinnya.
4. Kreatif dan Inovatif
Seorang pemimpin yang masuk kriteria guru, harus kreatif dan inovatif. Kreatif dan Inovatif adalah nafas guru sehingga juga menjadi kriteria pemimpin pilihan guru. Pemimpin tidak diharapkan mengeluh terhadap keterbatasan dan kekurangan yang dihadapinya di sebuah daerah. Keterbatasan dan kekurangan semestinya dijadikan pemicu dalam berkreasi dan berinovasi dalam memimpin. Bagaimana berusaha menjadikan daerah yang tadinya tertinggal khususnya di bidang pendidikan menjadi daerah yang disegani. Daerah yang telah bervisi pendidikan tentu akan semakin dituntut untuk menelorkan program-program yang kreatif dan inovatif demi mewujudkan visi tersebut. Contoh Kartu Jakarta Sehatnya Jokowi adalah salah satu bentuk inovasi seorang pemimpin. Bisa pula gaya “blusukan” Jokowi dipraktekkan untuk menemukan program kreatif dan inovatif yang mendukung terciptanya dunia pendidikan yang bermutu. Penganggaran di APBD terhadap anak-anak putus sekolah yang ditemukan banyak berjualan kantong plastik di pasar, adalah contoh program kreatif inovatif yang ditelorkan hasil dari “blusukan” tadi.
5. Menjunjung Tinggi Etika
Guru identik dengan profesi etika. Setiap derap langkah seorang guru selalu menjadi tolok ukur etika. Pada kenyataannya, memang demikian. Etika seorang guru harus teruji dalam mendidik siswa-siswanya. Tidak hanya itu, di masyarakat pun guru sering mendai model etika ideal. Oleh karena itu, guru harus menempatkan kriteria pemimpinnya haruslah beretika dan selalu menempatkan etika sebagai guidenya dalam memimpin. Banyak pelajaran terhadap pemimpin yang kurang stabil dalam etikanya. Selain akan merusak dirinya, yang lebih parah juga akan merusak daerah dan masyarakat yang dipimpinnya. Guru harus mensupport pemimpin yang beretika. Hal ini untuk menjamin sinergitas antara kepedulian guru terhadap etika.
Kelima kriteria pemimpin pilihan guru di atas diharapkan dapat menjadi pertimbangan, baik terhadap para pemimpin atau calon pemimpin maupun terhadap masyarakat yang akan menjadi yang dipimpin. Semoga daerah-daerah yang mengharap pemimpin yang berkomitmen terhadap pendidikan dapat terwujud sehingga kualitas masyarakat secara keseluruhan dapat meningkat. SEKIAN.