Menanti Kehadiran “Jendral” Guru

strategi mengajar geografi
strategi mengajar geografi
ilustrasi : dradio1034fm.or.id

Tahun 2013 menjadi tonggak sejarah baru bagi dunia pendidikan. Pada tahun ular ini Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerapkan kurikulum baru, yakni kurikulum 2013. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Moh. Nuh bergeming meskipun ada tudingan setiap ganti menteri pasti ganti kurikulum. Mengaca pada pengalaman sebelumnya, ganti kurikulum selalu identik dengan ganti buku paket. Ujung-ujungnya peserta didik diwajibkan membeli buku yang sesuai dengan kurikulum baru.

Kurikulum bersifat luwes dan elastis. Artinya dapat menyesuaikan perkembangan jaman. Perubahan kurikulum menjadi sebuah keniscayaan agar mampu menjawab tantangan jaman. Oleh karena itu, kehadiran kurikulum baru harus kita sambut secara terbuka sekaligus kita apresiasi dengan baik. Implementasi kurikulum 2013 sudah barang tentu akan membuat guru sedikit mengalami kendala. Biasa kan barang baru. Nah, agar tidak canggung dengan barang baru itu, Pemerintah berniat merekrut master teacher.

Peran, kedudukan, dan fungsi master teacher sangat strategis dan urgen. Keberadaan mereka menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas proses dan hasil pendidikan. Karena  selain akan menjadi guru yang kompeten pada mata pelajaran yang diampu, master teacher harus menjadi teladan bagi guru maupun peserta didik. Mereka adalah “Jendral-nya” guru. Maka dari itu jangan sembarangan dalam mengirimkan guru untuk menjadi calon master teacher.

Meski Pemerintah pusat belum mengeluarkan panduan ihwal master teacher serta jatah masing-masing provinsi, beberapa dinas pendidikan provinsi sudah ancang-ancang menyiapkan guru terbaiknya. Salah satu provinsi yang sudah siap adalah Jawa Timur. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Harun, berjanji tidak akan gegabah mengirimkan gurunya untuk menjadi “Jendral Guru”. “Hanya yang betul-betul berkualitas yang akan kami kirim. Karena mereka akan menjadi contoh,” terangnya.

Mantan kepala Disbudpar itu kemudian membuat parameter guru berprestasi untuk menjadi calon “Jendral Guru”. Diantaranya adalah sudah bersertifikasi, lulus S-2, pernah ikut pelatihan nasional atau internasional, pernah juara lomba tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, aktif menulis dan tulisannya pernah diterbitkan media massa. Tidak hanya itu calon “Jendral Guru” juga harus memiliki track record yang baik.

Kehadiran master teacher akan melahirkan sebuah kasta baru. Master teacher sebagai “Jendral Guru” akan menduduki kasta tertinggi. Guru yang menduduki strata tertinggi adalah mereka yang benar-benar perfect. Untuk dapat menduduki kasta tertinggi itu seyogianya calon “Jendral guru” itu mengikuti serangkaian fit and proper test. Ini penting, untuk menghindari KKN.

Pemerintah memiliki pengalaman buruk dalam mendongkrak mutu guru. Faktor penyebabnya kala itu adalah adanya kemiskinan ekonomi dan kemiskinan intelektual. Kemiskinan ekonomi telah dijawab dengan adannya Tunjangan Profesi.  Kemiskinan intelektual meliputi kemiskinan bawaan, kemiskinan struktural dan kemiskinan mentalitas.

Kendala terberat yang dihadapi pemerintah dalam melahirkan “Jendral Guru” adalah adanya kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural adalah keadaan yang tidak memberikan kesempatan guru mengembangkan potensinya karena faktor birokrasi. Birokrasi pascapemilukada banyak mengalami anomali. Pintar dan cerdas saja tidak cukup untuk menjadi “Jendral Guru”. Akan tetapi, kemampuan pas-pasan asal nurut dengan penguasa adalah jalan yang banyak ditempuh untuk menapak menuju kasta tertinggi guru.

Sudah bukan rahasia lagi, di era otonomi daerah, kepentingan pribadi, keluarga, golongan, serta konco (teman) lebih diutamakan. Ini tergambar manakala ada pendidikan dan latihan atau workshop, yang dikirim ya itu-itu saja orangnya. Mengapa? Karena mereka lah yang mempunyai kedekatan dan koneksitas dengan birokrat pendidikan. Suatu ketika ada kolega yang nyletuk. “Yang dikirim pelatihan kok mesti orang itu. Apa tidak ada yang lain. Saya ini jadi guru sepuluh tahun lebih tapi tak pernah sekali pun dikirim mengikuti diklat,” keluhnya.

Untuk mendapatkan master teacher yang benar-benar berkualitas, bebas dai KKN sebaiknya jangan menggunakan sistem penunjukkan. Ada baiknya Kemedikbud membuka lowongan secara terbuka untuk formasi tersebut. Tentu dengan syarat-syarat tertentu. Bagi guru yang sudah memenuhi persyaratan bisa mendaftar diri. Selain persyaratan administrasi, harus ada tes tertulis. Tes tulis diikuti oleh mereka yang lolos syarat administrasi. Agar terbuka dan transparan, maka pelaksanaan tes tulis sebaiknya dilakukan seperti pada saat uji kompetensi guru (UKG).

Tes tulis ini menjadi sangat penting karena syarat-syarat administrasi bukan merepresentasikan kemampuan guru yang sebenarnya. Misalnya, sertifikat pendidik bagi guru yang sudah sertifikasi. Sertifikat pendidik itu bukan merupakan bukti pengalaman dan kemampuan guru yang sebenarnya. Lebih-lebih guru-guru yang lulus sertifikasi jalur portopolio. Diduga kuat mereka banyak yang memalsukan sertifikat atau piagam pelatihan dan workshop. Piagamnya ditengarai hasil dari diklat dan workshop abal-abal yang mereka ikuti. Bayangkan, dalam satu hari, meskipun tidak hadir, guru bisa dapat tiga piagam. Bukti lainnya dapat dilihat dari rendahnya prosentase kelulusan UKG.

Calon master teacher juga tidak harus S-2. Gelar magister masih belum menjadi tuntutan atau kewajiban bagi guru. S-2 hanya merupakan nilai tambah saja. Ya memang betul, master teacher harus memiliki nilai tambah. Namun persoalannya, banyak guru-guru yang S-2 tapi kemampuannya sama sekali tidak mencerminkan kalau mereka itu S-2. Ini karena program pascasarjana yang mereka ikuti cacat. Kuliah 8 bulan sudah lulus, ada yang perkuliahannya ngemper di ruko, seminggu masuk dua kali pada akhir pekan. Belum lama berselang,  yang berurusan dengan salah satu PTS di Surabaya terkait pendidikan pascasarjana sebagian besar adalah guru. Untuk itu barangkali redaksinya saja yang diubah menjadi S-2 lebih diutamakan.

Dengan mekanisme fit and proper test secara terbuka dan transparan diharapkan ke depan tidak  ada master teacher yang belakangan diketahui pernah menyunat dana BOS. Jangan sampai pula ada master teacher menyuruh guru untuk giat menulis, tapi dia sendiri tidak pernah menulis. Master teacher itu Jendral Guru. Selamat datang Ndan.