Sebuah organisasi yang dibentuk tentu dilandasi kesamaan visi dan misi anggota yang tergabung. Selain itu, keinginan untuk lebih maju, baik dari segi kompetensi maupun “nilai jual” juga turut memperkuat landasan berdirinya sebuah organisasi. Seseorang atau badan yang masuk dalam organisasi, tentu mengharapkan adanya nilai tambah yang diperoleh, meski juga secara bersamaan membesarkan organisasi tersebut. Hal ini sudah merupakan kelumrahan di setiap organisasi apapun, termasuk organisasi profesi. Organisasi profesi harus mampu dirasakan manfaatnya oleh anggotanya, bukan malah membuat anggota terbebani. Kewajiban iuran anggota tentu tidak termasuk pembebanan jika anggota organisasi profesi tersebut merasakan manfaat yang lebih.
Organisasi profesi guru termasuk organisasi yang sudah seharusnya memberikan nilai tambah yakni azas manfaat bagi guru yang menjadi anggotanya. Organisasi guru identik dengan organisasi cendekia atau organisasi keilmuan. Profesi guru merupakan profesinya pendidik, ilmuan, cendekia, pemikir, creator, innovator, dan banyak lagi lainnya. Jika sudah demikian, tentu organisasi guru harus menampilkan ciri khas anggotanya tersebut. Ciri-ciri keilmuan harus terlihat dari sebuah organisasi guru jika masih berkeinginan diminati oleh guru. Bukan zamannya lagi sebuah organisasi profesi menganut sistem monopoli anggota, termasuk organisasi guru. Sistem demokrasi yang dianut negara kita mengharuskan permakluman jika organisasi guru tidak hanya satu. Bahkan, jika hanya satu organisasi guru, dapat disimpulkan guru telah berada pada alam stagnasi kemajuan.
Ada dua alasan kuat yang menyebabkan guru meninggalkan oragnisasi guru yang satu menuju organisasi guru lainnya. Pertama, guru yang bersangkutan tidak atau kurang merasakan manfaatnya masuk organisasi guru yang pertama, selanjutnya menuju organsasi guru lain. Hanya pembebanan yang dirasakan dengan pembayaran iuran, misalnya. Program atau kegiatannya hanya berupa rutinitas saja. Jika bukan pertemuan berkala, arisan, atau perayaan hari besar. Sama sekali tidak bercirikan keilmuan yang menjadi icon sebuah organisasi guru. Jika sudah demikian, maka guru akan mencari organisasi yang dapat menfasilitasi kompetensi keimuannya tadi. Kedua, organisasi guru yang menaunginya telah menjalankan visi misinya sebagai organisasi guru. Guru bersangkutan menginginkan suasana baru yang tentu saja diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan, sekaligus mengubah pilihan. Alasan kedua saja dapat dibenarkan, apatah lagi alasan pertama.
Bukanlah suatu pilihan yang bijak, jika seorang guru memilih organisasi guru karena terpaksa. Guru harus mampu menentukan pilihan dengan “berkaca” pada jatidiri atau kompetensi sebagai guru. Guru bukan profesi yang hanya menjadi “objek” apalagi “objek penderita”. Guru harus mampu melihat perbedaan organisasi guru yang menjadikannya “objek” dengan yang menempatkannya sebagai “subjek”. Pertanyaannya adalah bagaimana cara membedakan organisasi guru yang demikian? Jawabannya tentu tidak sulit karena yang mencari perbedaan adalah guru dan guru bersangkutan saat ini telah merasakan menjadi anggota organisasi guru. Selama menjadi guru di bawah naungan sebuah organisasi guru, tentu bisa ditimbang-timbang azas manfaat yang telah diperoleh. Seberapa besar beban yang dirasakan jika dibanding manfaat yang diperoleh. Jika sudah ditemukan jawabannya, maka tinggal kita memilih organisasi guru yang terbaik menurut jatidiri seorang guru.
Melihat kondisi saat yang semakin akrab dengan kompetisi, maka organisasi guru yang statis sudah ketinggalan zaman. Organisasi guru harus mampu melakukan reformasi luar dalam yang dengan jelas memperlihatkannya sebagai organisasi guru sesungguhnya. Tunjukkan dengan action bahwa guru betul-betul membutuhkan organisasi guru tersebut. Hilangkan “semangat” masuk organisasi guru tersebut dengan persaan terpaksa. Jadikan organisasi guru lainnya sebagai “lawan tanding” demi program dan kegiatan organisasi yang lebih berpihak kepada guru.
Memang, sebuah organisasi sudah seharusnya menjadikan kerja sebagai tulang punggung hidup dan matinya. Organisasi guru juga demikian. Besar dan tidaknya sebuah organisasi sebenarnya bukan karena nama, melainkan seberapa besar kebermanfaatannya bagi anggota organsisasi tersebut. Guru tentu mengharap tidak ada organsasi guru yang hanya membatasi guru sekedar menjadi anggota yang tercatat dan memiliki kartu anggota sekaligus rajin membayar iuran bulanan. Guru mengharapkan organisasi guru yang menaungi guru sebagai seorang yang berjatidiri keilmuan, selanjutnya dapat menfasilitasi pelaksanaan kewajibannya sebagai guru serta melindungi hak-haknya . Sekian.
Tulisan yang kritis pak, semoga guru.or.id sebagai komunitas guru menulis, bisa meramaikan kancah keorganisasian guru di Indonesia.