Bukan Hanya Sekadar Mendengar, tetapi Memahami

Bukan Hanya Sekadar Mendengar, tetapi Memahami

Mendengar merupakan bagian dari sebuah komunikasi. Konsep mendengar sangat dibutuhkan dalam membangun hubungan. Menjaganya agar tetap harmonis tanpa adanya kesalahpahaman karena ketidaktahuan. Karena memang benar, jangan sampai ketidaktahuan menjadi alasan untuk terus berasumsi tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana jadinya jika tidak ada orang yang bersedia mendengar? Segala bentuk hal yang memenuhi isi kepala akan berpengaruh pada kesehatan psikis seseorang. Apa-apa yang di simpan sendirian, lama-lama akan meledak secara perlahan.

Mendengar bukan hanya soal memberi telinga. Mendengar bukan hanya soal seberapa lama telinga mampu mendengar. Mendengar adalah sebuah seni memahami yang berkaitan dengan keterikatan jiwa pada lawan bicara. Kecocokan jiwa yang kepada siapapun padahal sebelumnya belum pernah mengenalnya, seakan-akan telah lebih dulu jauh mengenalnya. Karena terkadang, mereka yang mau mendengar tidak benar menginginkannya—hanya sebatas ingin tahu saja.

Karena segala bentuk kesalahpahaman terbentuk dari tidak adanya komunikasi. Maka, selamat memberi ruang untuk mereka yang membutuhkan telinga. Berilah nasehat yang benar dari hati tanpa menyakiti. Diam, jika tidak diminta untuk turut campur ke dalamnya.

Mendengar yang membangun lebih sulit daripada berbicara. Karena seni mendengar juga membutuhkan kestabilan emosi yang baik dan kesabaran, misalnya tidak memotong pembicaraan saat lawan sedang bercerita dengan saksama. Biarkan ia menyelesaikan apa-apa yang akan disampaikan, bahkan sampai ia menangis sekali pun. Seringkali, dalam mendengar ketidaksabaran muncul. Sebelum lawan bicara menyelesaikan apa yang disampaikan, seolah-olah kita tahu hal apa yang sedang dihadapinya. Mempunyai segudang nasehat bijak yang siap untuk disampaikannya—padahal yang mereka butuhkan adalah kelegaan setelah bercerita, bukan ketiksabaran kita dalam merespon. Tanggapan emosional seperti ini yang harus diperhatikan agar tidak terjadi perdebatan. Dengarlah sampai dia selesai menyampaikan. Responlah saat dia merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Sikap seperti ini yang harus dijaga saat menjadi pendengar yang baik. Ada sebuah nasehat baik dari Ali bin Abi Thalib, “Dialah yang paling cepat memperoleh manfaat, dialah yang baik mendengarkannya.” Untuk itu, syarat menjadi pembicara yang baik adalah dialah yang paling baik dalam seni mendengarkannya.

Dengan mendengarkan setiap orang akan mampu membangun hubungan yang berkualitas. Bukankah ini yang di inginkan?

seni mendengar
halaman agus

Seni mendengarkan sangat dibutuhkan dalam semua aspek, hubungan dengan lingkungan pekerjaan, masyarakat, keluarga, sahabat, atau bahkan pasangan. Nah, bagaimana seharusnya seseorang menjadi pendengar yang baik? Kapan seseorang seharusnya diam dan berbicara? Kalau sudah tahu bagaimana caranya menjadi pendengar yang baik, lalu jadilah manusia yang selalu merasa dibutuhkan oleh mereka yang benar membutuhkan telinga. Berikut ini adalah beberapa tips yang bisa diaplikasikan ketika ingin menjadi pendengar yang baik:

  1. Kontak mata dan gesture

Seseorang akan lebih dihargai jika kita mengarahkan fokus pandangan mata kepada lawan bicara. Ini adalah hal sederhana yang sering dilupakan. Dengarkan dengan penuh harapan. Melalui tatapan dan gesture hal seperti ini sangatlah nampak di lihat oleh komunikator (lawan bicara). Tatapan mata yang selalu mengarah ke lawan bicara dan menyingkirkan benda-benda yang dapat menganggu komunikasi, seperti tidak bermain HP atau kesibukan yang lainnya. Atau sesekali anggukan kepala sebagai isyarat kita memahami dan bersedia mendengarkannya sampai selesai. Untuk itu, jangan sampai hal-hal yang kelihatannya sepele menjadikan seseorang menjadi enggan untuk berbagi.

  1. Dengarkan apa yang menjadi pemikirannya, bukan pada faktanya

Mereka yang membutuhkan telinga adalah ia yang sedang dalam keadaan kebingungan untuk bersikap. Dengarkan apa yang menjadi alasan orang tersebut bersikap demikian, padahal ada cara lain untuk menyikapinya dengan cepat. Karena hal ini akan membuat komunikator jauh merasa dihargai bukan dihakimi. Setelahnya, tanyakan hal-hal mendasar apa yang menyebabkan ia bersikap demikian. Tanyakan dengan santun, gunakan bahasa yang baik.

  1. Tidak memotong pembicaraan

Dengarkan sampai lawan bicara selesai berbicara. Bahkan sampai menangis sekali pun. Jangan mudah menyimpulkan terhadap masalah yang sedang dihadapinya. Kestabilan emosi seorang pendengar juga dilatih melalui hal ini. Maka, tidak jarang seseorang gagal menjadi ‘pendengar yang baik’ karena mudah memotong pembicaraan dan seolah-olah paling tahu bagaimana cara menyikapi masalah. Tahan!!

  1. Berikan nasehat dengan tepat

Setelah benar-benar selesai menyampaikannya, berilah ruang untuk bernafas kemudian berikan nasehat dengan tepat. Berikanlah contoh peristiwa yang lain dengan cerita yang sama sehingga komunikator dapat menyimpulkan sendiri bagaimana ia seharusnya mengambil keputusan yang diiringi dengan alasan-alasan kuat lainnya yang mampu kita berikan. Ia akan berfikir dua kali atau bahkan lebih setelah mendengar nasehat kita. Karena seseorang yang dihadapkan pada kebimbangan, pikiran mereka tidak bisa jernih. Hal seperti ini bisa dicoba. Selain itu, sebagian dari kita, ketika diminta untuk memberi nasehat malah menghakimi. Hindari, hal yang dapat merusak komunikasi.

Menjadi pendengar yang baik memang tidak mudah. Butuh keluasaan hati untuk bersedia memahami orang lain. Kepekaan terhadap sekitar dan kepedulian terhadap orang lain harus selalu tumbuh dalam diri seseorang jika ingin menjadi pendengar. Setiap orang mampu mendengar, tapi tidak dengan memahami. Sharing is caring.