Metode pembelajaran bagi seorang guru sama artinya alat membajak sawah bagi seorang petani. Seberapapun modern traktor yang akan dipakai untuk membajak sawah, tapi pak tani tak mau atau tak tahu memakai traktor tersebut, maka hasilnya juga akan nol. Seberapa pun hebatnya menurut para ahli atau penemu suatu metode pembelajaran, tapi guru tak mau atau tak paham maka akan menjadi metode tak berguna. Substansi pernyataan ini adalah bahwa guru merupakan inti dari seluruh proses pembelajaran, sehingga berhasil tidaknya suatu transformasi pengetahuan sangat ditentukan oleh peran seorang guru.
Perlukah penemuan metode baru dalam pembelajaran, seperti misalnya metode cara cepat membaca siswa kelas rendah di Sekolah Dasar (SD)? Jawabnya, perlu, bahkan sangat dibutuhkan. Lahirnya metode atau teknik pembelajaran yang baru merupakan alternative pilihan kepada guru dalam proses pembelajaran. Keberanekaragaman metode akan memudahkan guru untuk beralih ke metode yang lainnya jika metode yang telah diaplikasikannya kurang berhasil. Namun, perlu dicermati bahwa tetap saja gurulah yang membuat suatu metode berhasil. Sehingga, tak jarang suatu metode dianggap luar biasa untuk guru yang satu tetapi guru lainnya menganggapnya biasa-biasa saja atau bahkan kurang baik.
Pengakuan terhadap peran sentral seorang guru terhadap berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran harus menjadi keyakinan. Oleh karena itu, permasalahan yang sangat krusial sebenarnya bukan terletak dari metode mengajar dalam proses pembelajaran yang dilakukan guru, tetapi kompetensi dalam segala hal dari guru tersebut. Metode merupakan pendukung dari kinerja guru dalam keberhasilannya. Meski diakui bahwa ada factor lain yang memungkinkan menjadi penyebab suatu proses pembelajaran gagal yang akhirnya dapat memperburuk kegagalan guru tadi. Tapi, factor lain tidak akan terlalu menjadi masalah jika guru bersangkutan mau dan mampu untuk menjadi inti dalam proses pembelajaran. Andai hal ini merupakan tata surya kita, maka guru merupakan matahari dan factor lainnya, seperti metode, siswa, sarana prasarana, dan lainnya adalah merupakan planet-planet yang mengelilingi matahari.
Jika kita menerapkan system skala prioritas, maka seyogyanya guru menjadi perhatian utama dalam peningkatan mutu pendidikan. Diklat dan pelatihan yang bertujuan memberikan pengetahuan dan wawasan baru bagi guru, baik segi metode, alat peraga, administrasi, dan lainnya tentu sangat dibutuhkan. Namun, yang lebih urgen adalah “diklat” tentang kemauan untuk meningkatkan kinerja, dalam hal ini perhatian yang lebih terhadap proses pembelajaran yang dilakukan. Guru berkinerja tidak hanya meluluhkan kewajiban (mengajar) tetapi harus respon terhadap keberhasilan siswa. Jika hal ini telah bersemayam pada diri guru, maka dia akan menggunakan metode, peraga, administrasi, dan lainnya secara bersungguh-sungguh, bahkan bisa saja mereka sampai membuat atau memodifikasi metode atau teknik sendiri.
Suatu proses pembelajaran bagaikan seorang nelayan yang turun melaut. Bisa saja suatu hari mendapat ikan banyak dan hari lain kurang yang dia dapat. Guru mengajar dan mendidik manusia yang mempunyai potensi dan kepribadian berbeda-beda. Sehingga meski penerapan unsur-unsur dalam proses pembelajarannya sama, pasti perbedaan akan tetap ada dalam hal penerimaan siswa. Tidak hanya itu, mungkin setiap hari suasana atau mood lingkungan belajar juga berbeda. Hal ini menjadi alasan bahwa kurang bijak jika langsung menjastis penyebab kemunduran suatu proses pembelajaran. Contoh, jika tahun lalu siswa kelas I SD di sebuah sekolah semuanya pintar membaca, namun tahun berikutnya ada 2 atau 3 siswa yang hanya dapat mengenal huruf. Siapa yang dapat dipersalahkan pada kasus tersebut? Jika yang mengkaji adalah guru yang berkinerja baik, maka dia akan tampil mengakui bahwa hal tersebut merupakan tanggungjawabnya dan akan menjadi catatan baginya selanjutnya mencari kelemahan dan memperbaikinya. Lebih jauh lagi, dia juga dapat mengadakan penelitian kecil-kecilan selanjutnya menyusun dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas.
Sebenarnya 2 sampai 3 siswa yang belum pintar membaca diantara 40 siswa seluruhnya di kelas I, masih dalam taraf toleransi, meskipun ini tak bisa menjadi alasan. Selain itu, bisa saja memang siswa tersebut yang mempunyai kelemahan (kurang normal). Kenyataan ini menolak anggapan bahwa metode yang digunakan guru SD selama ini (metode SAS dalam membaca) sudah ketinggalan zaman. Istilah ketinggalan zaman dalam proses pembelajaran bisa digunakan kalau ada guru menggunakan mesin tik dalam menyusun butir soal padahal sekarang sudah ada computer. Jika ada guru yang belum bisa menggunakan fasilitas IT dalam proses pembelajarannya. Jika pengetahuan yang telah “kadaluarsa” masih diberikan kepada siswanya padahal yang aktual sudah ada.
Pada prinsipnya, tidak ada satu metode pun yang dapat menjamin keberhasilanya tanpa ada guru berkinerja baik yang “menyetirnya”, meski dibumbui dengan garansi keberhasilan metode tersebut. Segala upaya demi peningkatan mutu pendidikan tentu sangat diharapkan selalu berkembang, tak terkecuali penemuan-penemuan metode baru dalam pembelajaran. Hanya yang perlu diingat adalah bahwa perhatian yang lebih terhadap kemauan dan kesungguhan guru meningkatkan kinerjanya adalah yang paling utama. Jika guru telah menjalankan tugas dan kewajibannya secara bertanggungjawab terutama mencerdaskan dan menormatifkan siswanya, maka hal ini dapat menggaransi keberhasilan proses pembelajaran. SEKIAN.