RAYAKAN KELULUSAN SAMBIL IBADAH
Pengumuman kelulusan sudah di ambang pintu. Menurut rencana, pengumuman SMA sederajat dilaksanakan 24 Mei dan SMP sederajat 1 Juni. Tradisi tak terpuji kerap tersaji kala pengumuman kelulusan. Setelah dinyatakan lulus, sejumlah siswa melakukan selebrasi secara berlebihan. Mereka mengungkapkan kegembiraan dengan aksi corat coret baju seragam. Mengungkapkan kegembiran dengan melakukan tindakan kurang terpuji itu tidak hanya didominasi pelajar laki-laki saja, tetapi juga pelajar perempuan. Mereka secara bergantian menyoreti seragam yang dikenakan secara permanen dengan cat. Padahal, seragam tersebut masih bagus dan layak dipakai.
Usai melakukan corat coret seragam, biasanya dilanjutkan dengan aksi turun ke jalan. Mereka secara berjamaah konvoi keliling kota. Aksi tersebut dilakukan dengan mengendarai kendaraan bermotor yang knalpot-nya sudah dilepas sarangannya sehingga suaranya memekak telinga. Mereka pun abai terhadap keselamatan dirinya serta lalu lintas lainnya. Seluruh badan jalan dikuasai, berkendara ala three in one nir helm. Pedal gas ditarik sekuat mungkin, suara motor pun membahana hingga ke sudut-sudut kota mengoyak konsentrasi masyarakat yang sedang beraktivitas. Tidak puas dengan corat coret seragam dan konvoi, mereka kadang melanjutkan aksinya dengan nge-drink, bahkan pesta seks. Ironis sekali, mereka mengaku melakukan aksi tersebut sebagai ungkapan kegembiraan.
Pemuda dan pelajar adalah masa depan bangsa. Mereka merupakan salah satu modal dasar pembangunan Nasional. Di pundak mereka nasib bangsa ini dipertaruhkan. Keunggulan sebuah bangsa sekarang ini tidak lagi dilihat dari kekayaan sumber alam yang dimiliki, akan tetapi dipandang dari kualitas sumber daya manusianya. Artinya, baik buruknya negeri ini, –sekarang dan ke depan– dapat dilihat dari kualitas para pemudanya. Kalau para pemudanya beringas, maka, ke depan negeri ini akan dipenuhi oleh penjahat-penjahat yang cerdas sehingga menjadi tidak nyaman untuk dihuni. Yang kuat tanpa belas kasihan menggagahi hak mereka yang lemah. Sebaliknya, apabila para pemuda dan pelajarnya berkarakter, maka, dimasa mendatang negeri ini akan banyak dihuni oleh pemimpin-pemimpin yang bijaksana sehingga menjadi sangat enak dihuni. Yang kuat dengan penuh rasa kesadaran dan keikhlasan membantu mereka yang lemah. Wooouh… alangkah indahnya.
Seluruh stakeholder pendidikan harus bahu membahu menciptakan ruang-ruang bagi pengembangan karakter peserta didik. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk tidak menghentikan ritual corat-coret dan konvoi pasca kelulusan. Tradisi buruk itu harus diganti dengan kebiasaan yang baik dan bermanfaat. Ada banyak cara yang lebih santun dan lebih elegan dalam merayakan kelulusan. Pertama, waktu pengumuman kelulusan diperpanjang hingga sore hari. Maksudnya, peserta didik disuruh menunggu di rumah. Apabila sampai batas waktu yang telah ditentukan tidak ada kurir yang datang, maka peserta didik yang bersangkutan dinyatakan lulus. Peserta didik yang tidak lulus akan didatangi kurir dalam rentang waktu yang ditetapkan. Model pengumuman seperti ini dapat mempersempit kesempatan mereka untuk melakukan konvoi maupun corat coret seragam. Tidak ada waktu karena menjelang petang.
Kedua, konvoi tidak dilarang tetapi harus berkoordinasi dengan pihak keamanan. Peserta didik yang akan merayakan kelulusan dengan cara konvoi harus ijin terlebih dahulu kepada aparat keamanan. Tujuannya agar pihak keamanan bisa melakukan antisipasi lebih awal. Dengan berkoordinasi, polisi bisa menentukan jalur-jalur yang akan dan boleh dilalui. Sehingga konvoi pelajar berjalan tertib dan tidak mengganggu ketertiban umum. Mereka yang tidak mengantongi ijin dan atau konvoi di luar jalur yang ditentukan, polisi wajib menindak tegas.
Ketiga, corat coret tetap diperbolehkan tapi tidak corat coret baju. Sekolah ngalahi menyiapkan spanduk raksasa. Mereka yang akan merayakan kelulusan dipersilakan membuat coretan pada spanduk raksasa yang telah disiapkan sekolah. Boleh menulis pesan dan kesan, tanda tangan, cap jempol, atau yang lainnya Sementara, baju seragamnya dikumpulkan ke sekolah untuk disumbangkan. Nah, ini namanya baru merayakan kelulusan sambil beribadah.
Sejauh ini, aksi corat coret seragam didorong oleh sebuah pemikiran yang sangat simple. Mereka beranggapan seragam tersebut sudah tidak terpakai lagi sehingga tidak berguna, lantas dicoreti. Mereka tidak pernah berpikir bahwa masih ada pihak yang membutuhkannya. Memang benar, bagi siswa yang sudah lulus, seragam tersebut tidak bakal dipakai lagi. Tapi kan tidak harus dicoreti seperti itu. Karena ada saudara-saudara kita yang lain yang mungkin sangat membutuhkannya. Pemerintah memang sudah menggratiskan beaya operasional sekolah, namun belum untuk beaya persona. Masih banyak masyarakat di sekitar kita yang kesulitan menyukupi beaya persona itu. Salah satunya membeli seragam.
Membangun karakter tidak hanya dilakukan di dalam kelas dengan mengintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran. Setiap event apapun termasuk berpeluang untuk dijadikan sarana membangun karakter. Karena itu, pengumuman kelulusan harus dijadikan momentum membangun karakter peserta didik. Pesta kelulusan sambil ibadah harus dijadikan tradisi tahunan. Pihak sekolah maupun guru harus pro aktif serta mengambil inisiatif mengoordinir seragam bekas untuk disumbangkan kepada mereka yang membutuhkan. Ini adalah cara tepat mensyukuri nikmat kelulusan. Alangkah indahnya apabila merayakan kelulusan dilakukan sambil beribadah. Ingat, Tuhan akan melipatgandakan bagi mereka yang pandai mensyukuri nikmat-Nya. Sebaliknya, siksa yang amat pedih menanti bagi mereka yang kufur terhadap nikmat-Nya. Mudah-mudahan kita termasuk golongan orang-orang yang pandai bersyukur. Smoga !
One thought on “Rayakan Kelulusan Sambil Ibadah”
Comments are closed.