“Islam itu adalah agama yang memberikan kekuatan kepada orang yang lemah, dan memberikan rasa kecukupan kepada orang yang miskin.” (Sir Abdullah Archibald Hamilton, bangsawan Inggris yang masuk Islam pada 1923 M)
Perawakannya kecil, tubuhnya kurus. Kesehariannya dilalui sebagai penggembala kambing untuk tuannya, ‘Uqbah bin Mu’aith. Ia hidup dalam kondisi miskin. Tidak banyak dikenal orang apalagi dihormati. Karena posisinya, bahkan ia harus merunduk jika melewati para pemuka Quraisy. Ia nyaris tak punya apapun yang bisa dibanggakan. Sampai kemudian Islam menyapanya. Dengan penuh kesadaran dan kerelaan ia menerima karunia yang tak terharga, iman. Sejak itulah penggembala itu ikut menorehkan sejarah dalam perjuangan Islam.
Nama lengkapnnya Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib. Orang banyak mengenalnya dengan panggilan Ibnu Mas’ud atau biasa disebut juga Ibnu Ummi ‘Abdin. Peristiwa mengesankan yang tidak mungkin terlupa oleh Ibnu Mas’ud ialah saat pertama bertemu dengan Rasulullah. Ketika itu Ibnu Mas’ud remaja menggembalakan kambing milik majikannya.
Datanglah Rasulullah bersama Abu Bakar menghampiri. Rasulullah bertanya, “Adakah kamu memiliki susu untuk minuman kami?”
“Aku orang kepercayaan dan aku tak dapat memberi Anda berdua minum,” jawab Ibnu Mas’ud.
Rasulullah menanyakan adakah kambing betina mandul yang belum pernah dikawini. Ibnu Mas’ud kemudian membawa kambing seperti yang dimaksud. Kambing itu diikat kakinya dan Rasulullah pun berdoa, memohon kepada Allah. Tiba-tiba kambing itu bisa mengeluarkan air susu dalam jumlah yang banyak. Hingga ditampung oleh Abu Bakar dengan batu cekung. Air susu itu mereka minum.
Setelah cukup, Rasulullah berdoa agar kedaaan kambing kembali seperti semula. Ibnu Mas’ud merasa takjub, tetapi ia tak menyadari bahwa itu merupakan sebagian dari mukjizat Rasulullah.
Persitiwa itu membuat Ibnu Mas’ud menyampaikan keinginannya untuk belajar kepada Rasulullah. “Engkau akan menjadi seorang anak yang terpelajar,” sabda Rasulullah kepadanya. Di kemudian hari, doa Rasulullah itu menjadi kenyataan. Ibnu Mas’ud pun memeluk Islam. Menurut sebagian riwayat, ia orang keenam yang masuk Islam. Maka termasuk assabiqunal awwalun, orang-orang yang awal masuk Islam.
Semangatnya dalam mencari ilmu terutama berkaitan dengan Al Quran seolah tak pernah terpadam. Pengetahuannya tentang Al Quran begitu mumpuni meski begitu Ibnu Mas’ud tetap rendah hati. Seperti tercermin dalam ungkapnya, “Tidak suatu pun dari Al Quran itu diturunkan, kecuali aku mengetahui mengenai peristiwa apa diturunkannya. Dan tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang kitab Allah daripadaku. Dan sekiranya aku tahu ada seseorang yang dapat dicapai dengan berkendara unta dan ia lebih tahu tentang Kitabullah daripadaku, pastilah aku akan menemuinya. Tetapi aku bukanlah yang terbaik di antaramu.”
Dengan kemampuan yang dimiliki berpadu keberanian yang menyala, suatu hari Ibnu Mas’ud tampil di depan para pemuka Quraisy di sisi Ka’bah. Ia kumandangkan Surat Ar Rahman dengan suara yang merdu. Terperangahlah para pemuda Quraisy. Mereka tak menyangka jika buruh upahan semacam Ibnu Mas’ud berani bersuara keras di hadapan mereka. Bahkan mereka bertambah murka setelah tahu kalimat-kalimat yang dibacakan serupa dengan yang dibawa Muhammad. Mereka bangkit dan memukuli Ibnu Mas’ud, sementara Ibnu Mas’ud terus membaca hingga batas yang dikehendaki Allah.
Dengan tubuh penuh lebam ia kembali kepada para sahabat. Mereka pun berkata, “Inilah yang kami khawatirkan menimpamu.”
“Sekarang ini tak ada yang lebih mudah bagiku selain menghadapi musuh-musuh Allah itu. Dan seandainya Anda-anda menghendaki, saya akan mendatangi mereka lagi dan melakukan hal yang sama,” jawab Ibnu Mas’ud.
Pada waktu itu memang belum ada yang menderas Al Quran secara terang-terangan di Mekah kecuali Rasulullah. Maka sebelum datang kepada para pemuka Quraisy, para sahabat sempat melarang Ibnu Mas’ud. Sebab jika terjadi sesuatu tidak akan ada keluarga yang mampu membela. Namun ia tetap berkeras untuk melakukannya. “Biarkanlah saya, Allah pasti membela.” ungkapnya.
Ibnu Mas’ud sangat dekat dengan Rasulullah, ia terbiasa menemani Rasulullah saat di rumah maupun bepergian. Hingga sebagian orang menyangka Ibnu Mas’ud adalah keluarga Rasulullah. Karena sering bersama Rasulullah itulah ia banyak mengetahui peristiwa yang dialami Rasulullah. Termasuk ayat-ayat Al Quran yang diturunkan. Selain itu Ibnu Mas’ud mendapat kelonggaran khusus untuk berada di rumah Rasulullah. Para sahabat mengungkapkan, “Sementara kita terlarang, ia diberi izin, sementara kita pergi, ia menjadi saksi.”
Anugrah yang diberikan kepada Ibnu Mas’ud memang jarang diterima sahabat lainnya. Tak heran bila, Rasulullah dan para sahabat mengungkapkan kelebihan yang dimilikinya. Suatu ketika Rasulullah bersabda kepada para sahabatnya, “Ambillah Al Quran itu dari empat orang. Yaitu dari Abdullah bin Mas’ud, Salim, Mu’adz bin Jabal dan Ubay bin Ka’ab.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ahmad). Dalam sabda yang lain, “Barangsiapa yang ingin membaca Al Quran yang baik seperti pertama kali turun, maka bacalah seperti bacaan Abdullah bin Mas’ud.”(HR Ibnu Majah, Ahmad).
Selain bacaan dan hafalan yang baik, Ibnu Mas’ud juga memiliki suara yang merdu. Rasulullah sering memintanya agar membacakan Al Quran. “Aku membacakannya untuk Anda, padahal kepada Andalah ia diturunkan?” jawab Ibnu Mas’ud. “Sungguh aku suka mendengarnya dari orang lain,” tegas Rasulullah.
Ibnu Mas’ud melintasi zaman Rasulullah hingga khalifah Umar bin Khattab. Pada zaman pemerintahan Umar bin Khathab, ia diberi tugas mengajarkan agama Islam di Kufah. Abdullah bin Mas’ud juga meriwayatkan sekira 840 hadits. Sahabat yang telah menemukan kemuliaan dalam Islam ini wafat di Madinah pada tahun 32 Hijriah dalam usia 65 tahun.