Investasi Pendidikan Karakter

investasi pendidikan karakter

Para guru sekalian, di artikel kali ini kami akan membahas tentang, Pendidikan Karakter. Mari, simak artikel berikut. Jangan lupa untuk share ke teman guru yang lainnya.

Investasi Pendidikan Karakter

Pembentukan siswa yang berkarakter tidaklah mudah dan praktis. Hal ini membutuhkan tatanan waktu yang tidak singkat. Perencanaan yang panjang dan tahapan yang terstruktur. Kebiasaan-kebiasaan yang diberikan akan membentuk suatu disiplin tersendiri bagi siswa. Kebiasaan meniru akan menjadi kunci seorang siswa bagaimana tertanamnya nilai-nilai moral dalam dirinya. Upaya pembentukan siswa yang berkarakter merupakan tanggungjawab semua lapisan, tidak hanya guru yang dinobatkan sebagai salah satu fasilitator siswa untuk menanamkan tata krama, etika, disiplin, dan segala bentuk nilai moral lainnya.

pendidikan karakter
Universitas Alma Ata

“Saya belajar seperti proses belajarnya kera.

Yakni, dengan menyaksikan orang tua dan meniru mereka.” – Ratu Elizabeth II

Pendidikan karakter paling dasar dimulai dari keluarga. Orang tua sebagai model atau objek tiruan pertama dalam pembentukan sikap anak seharusnya benar-benar memperhatikan bagaimana menerapkan suatu nilai dalam kehidupan sehari-harinya. Karena usia emas anak dalam proses meniru ialah 0 – 3 tahun. Dalam rentang usia tersebut, anak mampu mendengar, mengingat, dan merekam dengan baik. Kehati-kehatian dalam bersikap dan memberikan contoh pembiasaan ialah modal awal terbentuknya suata tatanan nilai, seperti ungkapan, maaf, tolong, dan terima kasih. Bahkan, ungkapan-ungkapan tersebut saat ini sudah mulai dilupakan oleh sebagian orang.

Pendidikan karakter merupakan syarat inventasi bangsa. Karena hal tersebut yang akan menjadi pondasi keharmonisan suatu sistem tatanan. Menurut Prof. Dr. Muhammad Qurais Shihab, MA suatu sistem yang dianut oleh kondisi masyarakat akan mempengaruhi cara pandang masyarakat secara menyeluruh. Sikap yang tertanam juga mempengaruhi bagaimana situasi di masyarakat. Oleh karena itu, langkah-langkah dan tujuan akan berhenti pada suatu keadaan jika sistem nilai dan pandangan masyarakat terbatas. Meluaskan cara pandang juga sangat diperlukan dalam pembentukan nilai yang luhur.

Pendidikan karakter (character education) adalah suatu usaha untuk mendidik peserta didik agar terbentuknya pribadi yang bermoral dan bermanfaat bagi lingkungannya. Pendidikan karakter menurut T. Ramli ialah pendidikan yang menekankan pada nilai moral dan akhlak sehingga akan terbentuk pribadi yang santun. Karenanya, pendidikan karakter sangatlah krusial untuk memperkuat dan membangun masyarakat yang memiliki keanekaragaman seperti ini.

Banyak cara dalam membentuk karakter siswa di sekolah, yakni dengan pembiasaan sikap dan tingkah laku sederhana. Misalnya, siswa diberi pengertian pentingnya mengucapkan ‘permisi’ saat berjalan di depan orang. Selain itu juga harus diberikan contoh yang konkrit agar siswa dapat dengan mudah menirukan dan mengingat apa yang diajarkan oleh gurunya. Karena gambaran secara nyata akan jauh lebih mudah diterima daripada konsep yang hanya disampaikan melalui lisan jika tidak terus diulang-ulang.

Meniru berasal dari bahasa Yunani, artinya ‘imitasi’ atau ‘copy’.  Teori meniru dalam psikologi yang dikemukakan oleh Albert Bandura ialah seseorang akan meniru perilaku orang lain dengan cara belajar  mengamati orang lain kemudian akan diterapkan di dalam kehidupannya. Karena tujuan akhir dari pendidikan bukan hanya seberapa besar ia mampu menguasai nilai kognitif tetapi kecerdasan dalam bersikap. Bukan seberapa banyak angka seratus yang didapatkan tetapi mereka orang-orang yang memiliki nilai moral yang kuat dan taat.

Pembentukan karakter tidak melulu soal sekolah. Tidak hanya tugas siapa yang mengajarinya cara membaca dan berhitung, tetapi adalah tanggungjawab kita semua yang memiliki cita-cita mulia untuk turut mencerdaskan anak dengan konsep pendidikan dan juga spiritual. Perlu adanya kerjasama antara keluarga, masyarakat, dan tentunya sekolah untuk mendukung tumbuh kembangnya perilaku yang luhur bagi siswa.

Bagaimana seorang pendidik bisa mengakui kalau siswanya pandai jika tidak ada akhlak yang santun dari dalamnya? Mari, menilik kembali apa yang telah kita berikan kepada mereka. Nilai moral yang terus tumbuh atau hanya besar kecilnya angka?