PENILAIAN TENGAH SEMESTER (PTS) sebagai Tester
Penilaian Tengah Semester (PTS) merupakan langkah awal bagi para siswa dan guru untuk membuktikan bahwa apa yang mereka pelajari selama pertengahan semester mampu memberi pengaruh positif bagi peserta didik. Seharusnya. Dalam kurun waktu yang singkat, siswa diharapkan bisa menguasai materi yang belum cukup banyak. Sehingga, sangat disayangkan jika para siswa tidak benar-benar menyiapkan materi dengan baik saat ujian dilaksanakan.
Mampu tidaknya siswa juga tidak bisa diukur 100% dengan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang dibuat. Itu hanyalah angka yang dapat dibuat dan diolah oleh siapapun. Perhitungan angka tidak benar menjamin apakah siswa benar-benar menguasai materi atau hanya hanya sekadar menjawab berdasarkan isi hati yang pada saat ujian membawa mereka mendapatkan nilai lebih dari rata-rata. Dua pemahaman yang harus dipadankan agar terjadi keseimbangan. Nilai diatas KKM dengan kejujuran atau nilai diatas KKM dengan segala bentuk kebohongan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap pendidik menaruh harapan besar pada hasil jawaban yang dikerjakan oleh siswa-siswinya. Mendapatkan nilai lebih dari KKM yang menjadi visi besar bagi pendidik untuk mengahantarkan mereka pada “kesuksesan” dalam membersamai siswa selama belajar. Karena anggapan seperti itulah yang akan menunjukkan kualitas mereka sebagai pengajar. Kuantitas yang dianggap sebagai seseorang yang cerdas. Kuantitas yang dianggap sebagai kualitas.
Tidak akan menjadi masalah jika setiap angka yang didapatkan tidak menyebabkan tuntutan besar untuk para pendidik. Karena sekolah merupakan salah satu fasilitator untuk membantu siswa dalam belajar, bukan satu-satunya jalan untuk benar memahamkan materi pelajaran.
Penilaian Tengah Semester (PTS) sebagai tester dalam mengawali pembelajaran. Seberapa besar nilai yang didapatkan tidak menjamin bagaimana keaslinnya dalam menjawab. Maka dari itu, pendidik harus benar memperhatikan nilai-nilai yang tumbuh pada siswa-siswinya. Bukan hanya soal kuantitas, tapi kualitas pengajar juga dapat dilihat dari bagaimana siswa mengerjakan ujian tanpa banyak ketakutan kalau nilainya jauh dari indikator yang telah ditentukan.
Melalui Penilaian Tengah Semester (PTS) inilah seharusnya kejujuran siswa-siswi sangat diutamakan dan ditekankan. Karena syarat menjadi “jujur” tidak bisa ditemukan hanya karena besar kecilnya angka yang didapatkan. Sehingga slogan “Aku malu mendapatkan nilai tinggi dari hasil mencontek.” Mungkin, hal ini bisa mewaliki bapak/ibu semuanya, karena tidak ada batasan usia dalam mengajar. Dan tidak ada batasan usia dalam belajar.
Tidak perlu membesarkan nilai yang jauh di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan menyalahkan siswa karena tidak memperhatikan atau tidak mempersiapkan materi dengan baik. Adalah evaluasi tanpa mencari pembenaran. Dan tidak perlu mengecilkan nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) hanya karena mereka yang mendapatkan adalah anak-anak yang tidak begitu menonjol di dalam kelas. Adalah evaluasi, atau jangan-jangan sebagai pendidik belum mampu mentransfer nilai “kejujuran” yang seharusnya mereka dapatkan.
Menggunakan dua kacamata dalam satu waktu memang diperlukan. Hal ini untuk menilik kembali pada nilai yang harus ditanam seperti apa yang mampu diberikan kepada siswa. Sebagai seorang pendidik, orang tua, atau masyarakat umum seharusnya mampu memberi penilaian bukan hanya dari segi kuantitas. Tetapi, mampu membuka hati bukan hanya telinga yang terus dibuka.
Karena apa yang tumbuh dalam hati, akan ranum sepanjang usia menanti. Selamat menjadi pendidik yang bijaksana bukan melulu soal besar kecilnya angka saja.