Dongeng merupakan metode yang paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai etika pada anak. Mendongeng jamak dilakukan orang tua sebagai pengantar tidur. Ketika dunia terkepung oleh produk teknologi informasi dan komunikasi, kegiatan tersebut menjadi jarang dilakukan. Peran tersebut telah diambil oleh televisi. Orang tua lebih memilih membiarkan anak-anaknya berlama-lama di depan pesawat televisi. Bahkan kerap dijumpai anak-anak terlelap di depan pesawat televisi.
Pesan-pesan di televisi diserap tanpa dipilah dan dipilih. Akibatnya, degradasi moral melanda anak-anak saat ini. Mereka mendadak menjadi beringas. Nilai-nilai religius bergeser ke arah sekulerisasi. Sopan santun dipinggirkan. Perkelahian pelajar terjadi di mana-mana. Kasus penculikan dan pelecehan sosial melalui jejaring sosial menunjukkan tren meningkat. Kepentingan orang banyak diabaikan. Bayangkan, belum reda penderitaan korban tabrakan maut , air mata tumpah ketika siswa yang masih duduk di bangku SMP dikabarkan menabrak dan menewaskan beberapa orang.
Untuk menghindari hal tersebut, seyogianya orang tua menyibukkan diri menanamkan budi pekerti pada anak-anaknya melalui dongeng. Selain mengasyikkan, mendongeng bisa menimbulkan kesenangan estetika. Getar-getar keindahan akan menyembul dan membentuk kehalusan budi manusia. Tidak hanya itu, mendongeng berarti mengajak anak-anak kita ke tempat yang jauh, baik jauh waktunya maupun tempatnya. Di sana mereka berjumpa dengan orang-orang bijak, para filsuf, resi, negarawan. Dan mereka pun dapat berdialog secara imajiner ihwal ajaran-ajaranya, prinsip-prinsip hidupnya, serta peranannya di masyarakat.
Apabila orang tua terus menerus dan terbiasa ndongengi anaknya menjelang tidur, saya yakin pesan-pesan yang terkandung pada dongeng itu akan membentuk sikap rendah hati. Ini artinya kita telah menyelamatkan anak dari realita kehidupan yang kian sarat dengan keresahan, kesenjangang, kecemasan, serta paranoid.