Diterbitkan | : | 1 Juli 2022 |
Sumber | : | Think Pair Share, Buku Paket Bahasa Indonesia X |
Penulis | : | Dhesy Anang Kurnia, S.Pd
MA Hamalatul Quran |
Salah satu kesuksesan pembelajaran ditentukan oleh kondisi yang dibangun selama pembelajaran. Adanya kondisi pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan menyebabkan tingkat kesuksesan peserta didik dalam belajarnya akan semakin tinggi begitu juga sebaliknya, kesuksesan peserta didik akan rendah jika kondisi pembelajaran kurang kondusif dan tidak menarik. Maka terciptanya kondisi pembelajaran yang kondusif akan menjadikan proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien dan peserta didik akan berhasil dengan optimal dalam mewujudkan tujuan/kompetensi yang diharapkan dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran akan berlangsung secara efektif apabila didukung oleh motivasi belajar yang kuat dan peserta didik. Teori-teori belajar apa pun apabila didukung oleh motivasi belajar yang tinggi dalam proses pembelajaran, maka akan memperoleh hasil yang maksimal. S. Nasution:2004)
Pada tataran realitas, melalui pretest ditemukan bahwa secara umum peserta didik kelas X A MA Hamalatul Quran Yogyakarta masih banyak mengalami kesulitan dalam menciptakan kembali anekdot dengan makna tersirat yang sama, indikasi itu terlihat dari jumalah peserta didik yang mampu membuat anekdot dengan memperhatikan struktur dan makna tersirat hanya 55% peserta didik. Peserta didik yang mampu menyelesaikan tugas baru mencapai 81%.
Dengan fakta tersebut, maka penulis sebagai pendidik Bahasa Indonesia berfikir untuk menerapkan model pembelajaran Think Pair Share dalam rangka meningkatkan keaktifan peserta didik dalam belajar sehingga diharapkan hasil belajar peserta didik dapat meningkat khususnya mengalaisis makna tersirat anekdot.
Cooperative learning : Think-Pair-Share (TPS) atau secara arti Berpikir-Berpasangan-Berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik. Model pembelajaran ini menghendaki peserta didik bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-5 orang) dan lebih dicirikan oeh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individu. Adapun langkah-Iangkahnya adalah: Thinking (berpikir) mengenai makna tersirat anekdot, Pairing (berpasangan) untuk berdiskusi dan Sharing (berbagi) mengenai anekdot; membahas hasil diskusi. Cooperative learning model pembelajaran Think-Pair-Share dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model pembelajaran Think-Pair-Share merupakn salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana, Teknik ini memberi kesempaan pada peserta didik untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi peserta didik (Lie, 2004:57).
Keunggulan Model pembelajaran Think-Pair-Share adalah salah satu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan partisipasi peserta didik lain lain.
Adapun angkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair-Share adalah:1) pendidik membagi peserta didik dalam kelompok berempat dan membenikan tugas kepada semua kelompok, 2) setiap peserta didik memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, 3) peserta didik berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, 4) kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Peserta didik mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2004: 58).
Think-Pair-Share memiliki prosedur ynag ditetapkan secara eksplisit untuk memberi peserta didik waktu lebih banyak untuk berpikir menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Nurhadi dkk, 2003 : 66). Sebagai contoh, pendidik baru saja menyajikan suatu topik atau peserta didik baru saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya pendidik meminta peserta didik untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut.
Inti dari model ini, pendidik meminta peserta didik untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan peserta didik lain dan mendiskusikannya, lalu berbagi ide dengan seluruh kelas.
Pada tahap utama dalam pembelajaran Think-Pair-Share menurut Ibrahim (2000: 26-27) adalah sebagal berikut: Tahap satu: Thingking (berpikir) Pendidik mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian peserta didik diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap dua: Pairing, Pendidik meminta peserta didik berpasangan dengan peserta didik lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya mengenai makna anekdot pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan pendapat yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau paling unik. Biasanya pendidik memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan. Tahap tiga: Sharing (berbagi) Pada tahap akhir, pendidik meminta kepada pasangan untuk berbagi tentang makna anekdot yang telah mereka bicarakan. dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan. Kegiatan “berpikir-berpasaangan-berbagi” dalam Think-Pair-Share memberikan keuntungan, Peserta didik secara mengembangkan pemikirannya masing-masing karena berpikir (think time), sehingga kuatas jawaban juga dapat meningkat.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: satu) aktivitas pembelajaran anekdot peserta didik dengan penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share lebih tinggi daripada aktivitas pembelajaran anekdot peserta didik dengan penerapan model pembelajaran konvensional, dua) hasil pembelajaran anekdot peserta didik dengan penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share lebih tinggi daripada hasil pembelajaran anekdot peserta didik dengan penerapan model pembelajaran konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa, penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share terbukti efektif terhadap aktivitas dan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran menganalisis teks anekdot.