Daya Magis dan Keunikan Keris
Keris merupakan salah satu benda budaya asli Indonesia yang diakui PBB. UNESCO mengakui keris sebagai warisan kemanusiaan (oral and intangible heritage of humanity). Keunikan dan mitos keris memiliki daya tarik tersendiri, sehingga mampu bertahan hingga 15 abad lamanya. Bahkan, peminat keris menunjukkan trend meningkat. Masyarakat mulai dari pengusaha, birokrat, hingga politisi banyak yang gandrung pada keris. Erman Suparno, misalnya. Ia bukan ahli keris, tapi mantan Menakertrans itu mengaku mengagumi keris sebagai hasil kebudayaan yang bernilai tinggi. “Selain sebagai obyek budaya, keris juga bernilai ekonomis. Ini tergambar dari masih banyaknya besalen dan industry keris di sejumlah daerah di Indonesia,” ungkapnya.
Selain Erman Suparno, masih ada politisi yang menggilai keris. Dia adalah Fadli Zon. Ada sekitar 900 keris dari seluruh Indonesia yang berhasil ia dikumpulkan. Bahkan Bang Fadli –begitu ia biasa disapa – pernah memproduksi keris Obama. Inspirasinya muncul kala Presiden Amerika berkulit hitam itu mengunjungi Indonesia. Wajah Barack Obama diukir di bagian gandik keris buatannya. “Sekarang kerisnya sudah diterima,” ujarnya singkat.
Kita tidak perlu khawatir tidak bisa menikmati keunikan dan keindahan keris. Sebab, organisasi perkerisan ada di mana-mana. Organisasi tersebut tergabung dalam Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI), yang di-launching 12 Maret 2006, di Benteng Vredeburg, Jogjakarta. Organisasi itu dipimpin oleh Erman Suparno.
Menurut sejarah, budaya keris mulai dikenal di Jawa sekitar abad ke-6, pada awal Kerajaan Mataram Kuno. Ini terbukti dengan ditemukannya prasasti di Desa Dawuku, Kecamatan Grabag, Magelang, Jawa Tengah. Pada prasasti itu terdapat ukiran berbagai bentuk senjata tajam, termasuk keris.
Pada zaman Majapahit (abad ke-14), budaya keris mengalami perkembangan cukup pesat. Buku Ying Yai Seenglan, merupakan laporan hasil kunjungan Ma-Huan ke Majapahit pada abad ke-15 bersama Laksamana Cheng Ho. Dalam buku itu dijelaskan para lelaki di Majapahit, tua-muda memakai senjata tikam seperti keris yang saat ini dikenal.
Keris dibuat seorang mpu. Keris bermutu tinggi dibuat memakan waktu kurang lebih 45 hari dan terbagi dalam beberapa tahap. Pertama, masuh, menempa bahan keris terus menerus sampai kadar karbonnya berkurang. Kedua, saton,menambahkan 300 gram pamor dengan cara menempanya tumpang tindih berkali-kali. Kemudian dibentuk menjadi tiga bagian utama, yakni bagian badan bilah keris (wilahan), bagian pangkal keris (ganja atau aring), dan bagian keris yang masuk ke hulu pegangannya (pesi/paksi/punting).
Agar tampilan keris perfect, maka dilakukan proses penyepuhan. Caranya, panaskan keris hingga suhu 500 derajat Celcius, lalu didinginkan secara mendadak ke dalam air yang telah diberi larutan warangan. Warangan adalah senyawa yang mengandung arsen, sehingga proses ini akan menghasilkan perpaduan warna menakjubkan. Bagian besi keris berwarna kehitaman dan pamornya tetap putih seputih perak.
Menurut pustaka kuno, untuk menghasilkan sebilah keris istimewa dan ampuh memakan waktu sekitar dua tahun. Hal ini berkaitan dengan pemilihan hari baik, kelengkapan sesaji, kekuatan ritual. Si mpu hanya bekerja pada hari-hari yangdianggap baik menurut primbon. Keris biasanya berbentuk lurus (dapur leres) dan berkelok (dapurluk). Yang paling pendek memiliki tiga luk dan terpanjang 29 luk.
Selain sebagai senjata andalan (piandel), keris juga kerap menjadi wakil (sesulih) pribadi pemiliknya. Di beberapa daerah di Pulau Jawa, pada suatu pernikahan jika mempelai putra berhalangan hadir, ia boleh mendelegasikan dirinya dengan sebilah keris miliknya. Dus, mempelai wanita duduk bersanding mesra di pelaminan dengan keris milik suaminya. Tidak hanya itu, seorang utusan raja dianggap sah ketika menghadapi raja lainnya, apabila membawa salah satu keris pusaka milik rajanya.
Kini, keris hanya sebatas aksesori dan kelengkapan busana adat. Ia tidak lagi dianggap sebagai pusaka yang sakral. Orang tidak lagi percaya kepada mitos yang ada pada benda tersebut. Mereka lebih memilih menggunakan pendekatan religi (agama) dan logika. Meskipun fungsinya telah mengalami pergeseran, namun bentuk dan motifnya masih tetap digemari.