Mengenal Ibnu Sina Ilmuwan Pertama Penggagas Karantina Pasien Saat Wabah. Merebaknya Virus Corona atau Covid-19 telah memunculkan sejumlah istilah yang selama ini jarang didengar orang. Misalkan istilah social distancing, physical distancing, pandemi, epidemi, suspect, serta metode pencegahan penyebaran dengan isolasi mandiri maupun karantina wilayah.
Tetapi mungkin belum banyak yang tahu, siapakah penggagas metode karantina yang dimaksudkan untuk mencegah penularan penyakit dari satu orang ke orang lainnya. Dalam sejarah kedokteran, karantina dikenalkan oleh Ibnu Sina, di dunia barat namanya dipanggil dengan sebutan Avicenna.
Selain seorang filsuf, Ibnu Sina merupakan ahli dalam bidang pengobatan dan produkti menulis. Sehingga karya-karyanya hingga kini masih menjadi rujukan bagi dunia kedokteran. Ia lahir di Afsyanah pada abad ke 10 atau tahun 980 di sebuah kota yang kini masuk wilayah Negara Uzbekistan.
Sejak kecil Ibnu Sina memang dikena memiliki kepandaian di atas rata-rata. Pada usia 5 tahun ia telah belajar menghafal Al Quran, dan ilmu agama. Sedangkan ilmu kedokteran dipelajari saat berusia 16 tahun dengan langsung mengamati praktik pengobatan dan pelayanan kepada orang sakit. Ia memiliki kemampuan melakukan perhitungan-perhitungan tertentu dan menemukan metode dalam perawatan. Secara teliti, Ibu Sina mencatat proses pengobatan yang dilakukan itu.
Memulai profesi di bidang kedokteran dalam usia 17 tahun, nama Ibnu Sina mulai dikenal luas setelah berhasil mengobati penguasa Dinasti Samaniah, Nuh bin Mansur. Padahal saat itu banyak tabib yang sudah berusaha mengobati, namun tidak mampu menyembuhkan.
Metode Karantina Menurut Ibnu Sina
Karantina secara ringkas dimaksudkan untuk membatasi kontak pasien dengan lingkungan sekitarnya. Sehingga penyakit yang diderita tidak menular kepada orang lain. Strategi ini banyak digunakan di berbagai Negara untuk mencegah meluasnya Virus Corona atau Covid-19.
Ibnu Sina tercatat sebagai ilmuwan pertama yang mengenalkan strategi ini. Dalam bukunya yang sangat terkenal dan menjadi rujukan dunia kedokteran modern, The Canon of Medicine diterangkan karantina diterapkan untuk menekan infeksi penyakit agar jumlah pasien yang terpapar tidak mengalami peningkatan. Teori yang disampaikan Ibnu Sina tersebut ternyata efektif dan kini diterapkan di suluruh dunia.
Selain mengungkapkan metode karantina, meskipun dengan peralatan yang sangat terbatas saat itu. Ibnu Sina sudah mampu membuat hipotesa tentang infeksi dan penyakit menular.
Metode Karantina oleh Ibnu Sina dikenalkan dengan nama Al Arba’iniya yang kemudian dikenalkan menjadi Quarantena. Al Arba’iniya merupakan sanitary isolation atau isolasi yang dilakukan untuk membatasi ruang dan gerakan. Ini sudah terbukti efektif memutus rantai penularan kusta.
Di Eropa metode yang sama diterapkan pada saat terjadi wabah Black Death, atau seranga wabah pes yang menyerang Eropa pada abad 14 dan 15 dan diperkirakan membunuh 50 juta penduduk Eropa. Metode Karantina dilakukan dengan menutup wilayah-wilayah ramai perdagangan antar Negara. Para kru kapan dan penumpang dikarantina selama 40 hari. Dan cara ini terbukti efektif.
Metode yang dikenalkan Ibnu Sina tersebut kini juga diharapkan mampu menghentikan penyebaran Virus Corona atau Covid-19. Meskipun kini istilahnya digunakan secara berbeda-beda. Misalkan kini pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau ada pula yang melakukan isolasi mandiri.
Selama hidupnya, Ibnu Sina diperkirakan telah menulis sekitar 250 karya. Beberapa di antaranya diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan dijadikan rujukan dalam dunia kedokteran modern. Di antara karya tersebut adalah Qanun fi Thib (The Canon of Medecine), Al-Magest (berisi catatan-catatan tentang astronomi), Asy-Syifa (terdiri 18 jilid, dikenal sebagai ensiklopedia kesehatan). Dan banyak karya lainnya. [e]