Resensi Buku: Bertumbuh

Resensi Buku: Bertumbuh

Pembaca guru.or.id dalam artikel kali ini kami akan mengulas sebuah buku yang layak untuk Anda baca. Khususnya bagi Anda yang terus ingin bertumbuh di fase quarter life crisis.

Judul Buku      : Bertumbuh

Penulis              :Satria Maulana, Kurniawan Gunadi, Iqbal Hariadi, Mutiara Prawitasari, dan Novie     Octaviane Mufti

Penerbit           : CV IDS

Tahun              : 2018

Halaman          : xvi + 297 hlm.

ISBN               : 078-602-72395-8-6

Buku ini menuliskan berbagai macam kisah, sudut pandang, pengalaman, cita-cita, dan keresahan hidup pada fase quarter life crisis (QLC). Dalam ‘Bertumbuh’ ini terbagi menjadi 5 bab dengan tulisan yang memiliki masing-masing pesan tersendiri. Singkatnya adalah sebuah perjalanan hidup masing-masing penulis bagaimana mereka menghadapi keresahan di usia dua puluhan ke atas. Dengan berbagai macam pilihan, konsekuensi, dan akhirnya mampu menemukan serta berani bertanggung jawab atas apa yang semasing penulis pilih.

Dalam hidup ini, adakalanya melakukan perubahan merupakan suatu yang tidak mudah. Butuh keyakinan dan daya juang yang tak pernah padam. Perubahan dari sifat, cara berfikir, bersikap terhadap lingkungan, dan perubahan yang menuntun pada hidup yang seperti apa ujungnya nanti. Untuk itu, diperlukan kesadaran dan kepekaan atas yang dihadapi—menarik benang merahnya agar tahu bagaimana harus bertindak setelah memahami apa yang tengah dirasakan dan diinginkan.

Bab pertama buku ini menceritakan ‘Bangun Pagi.’ Dimana masing-masing penulis menceritakan pengalamannya dengan isyarat agar tidak melewatkan setiap kesempatan waktu yang Tuhan beri. Tentang rencana yang harus selalu dipersiapkan setiap hari dan konsistensi dimana setiap niat baik selalu dipertemukan dengan jalan-jalan perwujudannya.

Pada bab kedua ini menceritakan ‘Fokus pada tujuan hidupnya.’ Yakni, sebuah tujuan itu bukan pada “apa” atau “yang mana” jalannya, melainkan bagaimana cara menjalaninya. Untuk itu, kini saatnya bergeser dari “mencari makna” menuju “menjadi makna.” Karena “menjadi makna” adalah tentang bagaimana belajar meneirma, melepaskan, memaafkan, melupakan, dan memperjuangkan ulang. Bukan lagi “mencari makna” dimana ingin mencari sebaik-baiknya berguna hanya untuk diri sendiri.

Pada bab ketiga berkisah tentang “Tidak iri dengan pertumbuhan hidup orang lain.” Hal ini sudah jelas bahwa apa yang tidak atau belum kita miliki saat ini barangkali Tuhan sedang mempersiapkan hal yang lebih baik lagi. Barangkali proses bertumbuh kita kurang atau memang sedang ditunda agar lebih peka pada apa yang sebenarnya terjadi. Jika memang merasa lelah dan payah berisitirahatlah lalu berbenah. Asal jangan merasa kalah.

Pada bab keempat dengan judul “Banyak bersedekah” ini adalah sebuah pengingat. Sebuah alarm yang harus terus berbunyi kapan ia harus beristirahat untuk diri sendiri dan kapan harus bekerja untuk orang lain. Artinya, adakalanya kapan harus mendengar, memahami, berbagi, dan memberi atas yang kita miliki—baik ilmu, harta, dan kebermanfaatan untuk sekitar.

Bab kelima buku ini berjudul “Semakin bertambah keimanan, ketakwaan, dan rasa syukur.” Dia yang semakin mengenal dirinya, untuk apa dia diciptakan dan kemana ia akan pulang.

Buku ini memadukan konsep kehidupan dan spiritual dengan berbagai hikmah yang bisa diambil untuk mengevaluasi diri agar mampu melakukan perubahan. Pada setiap keresahan yang dihadapi tak lain ialah sebagai upaya dalam berbenah tanpa lupa untuk bersyukur. Pada setiap pilihan yang membingungkan ialah sebagai jalan untuk menggali potensi diri dan berani memutuskan pada tanggungjawab yang dijalankan nanti. Buku ini sangat cocok dibaca untuk umum, usaha, kepekaan diri, daya juang, syukur, sikap membumi, dan perwujudan kebermanfaatan bagi diri sendiri juga sekitar bahwa sikap tersebut haruslah terus tumbuh untuk memaknai setiap langkah perjalanan.

Tidakkah hidup begitu menyenangkan dan membahagiakan jika semua orang merasa ringan saat kamu ada di sekelilingnya? Kamu tidak pernah tahu bilamana kamu adalah satu-satunya yang membantu.